Sabtu, 30 Mei 2009

Memaknai Ujian Sebagai Momentum Perubahan Diri


Sahabat jika kita ingat dulu ketika kuliah ataupun masih sekolah kita sering menghadapi apa yang disebut dengan ujian. Sebelum ujian pastinya kita akan menyiapkan segala sesuatu untuk dijadikan bekal dalam menghadapinya. Terkadang persiapan yang kita lakukan matang, kita sudah persiapkan jauh-jauh hari sebelum hari ujian tiba. Tapi terkadang kita juga ada yang memakai SKS (System Kebut Semalam). Ada juga yang menghadapi ujian tanpa perbekalan apapun sehingga hasilnyapun kurang bagus. Sebenarnya proses yang baik itulah yang menjadi titik awal untuk meraih keberhasilan dalam ujian.
Dua teman seperjuangan saya hari ini sedang menghadapi ujian (Pendadaran) di sebuah Sekolah Tinggi Swasta di Jogja. Yah babak baru dalam perjalanan hidup mereka selepas masa perkuliahan. Ucapku pada mereka “ Perjuangan seorang muslim sejati tak kan pernah berhenti sampai kedua kakinya menyentuh surga, pendadaran kali ini adalah langah awal menapaki dunia baru selepas masa kuliah. Ketika tiada seorangpun yang menemani , maka dengan penuh keyakinan tanpa keraguan sedikitpun bahwa Allah SWT yang akan membantu dan menemani qta. La Tahzan Innallah ma’ana (Jangan Bersedih Sesungguhnya Allah bersama kita) “. Sering dianggap ini adalah ujian akhir. Benar persepsi seseorang jika ujian ini adalah ujian akhir di masa perkuliahan untuk menuju tahapan selanjutnya. Itupun jika lulus ujian, lain halnya jika tidak lulus maka harus mengulang kembali. Perjuangan selama 3 – 5 tahun bahkan ada yang lebih itulah ditentukan oleh ujian akhir alias pendadaran. Kalau kata pepatah panas setahun dihapus oleh hujan sahari.
Tidak jauh berbeda dari perkuliahan kitapun sebenarnya dalam kehidupan ini takkan pernah lepas dari ujian. Kehidupan inilah ujian kita. Karena hidup menyediakan beberapa pilihan untuk kita apakah kita akan menjadi seorang pemenang ataukah akan menjadi seorang pecundang. Disitulah yang membedakan apakah seorang hamba itu beriman atau tidak, yang membedakan antara orang yang sabar dengan yang tidak. Dalam sekolah atau perkuliahan jika lulus maka kita akan naik ke tingkat selanjutnya. Sama halnya ketika kita berhasil melalui ujian-ujian yang diberikan dalam kehidupan ini maka kita akan masuk dalam tahap selanjutnya. Berbeda ketika kita selama beberapa waktu mengulang kembali ujian-ujian yang sama kita pantas instroprksi atas diri kita apakah kita sudah berhasil menghadapi ujian ini. Jika allah memberikan ujian yang sama pada kita kemungkinan adalah kita belum berhasil melalui ujian yang diberikan.
Ibarat sebuah bangunan semakin tinggi bangunan itu maka akan semakin banyak ujian yang dihadapi seperti angin yang kencang, petir yang jika kita tarik bahwa semakin tinggi bangunan itu banyak kemungkinan untuk diterpa berbagai masalah. Jika kita tidak ingin menghadapi ujian banyak maka buatlah bangunan yang rendah saja. Namun ada sisi positif jika bangunan yang kita dirikan tinggi. Sinar matahari akan bisa masuk dengan leluasa sehigga menerangi isi rumah, kitapun bisa melihat pemandangan yang jauh lebih indah karena cakrawala yang kita miliki akan jauh kedepan. Berbeda jika bangunan rendah maka sinar matahari ak kan bisa masuk secara sempurna karena terhalang oleh bangunan yang lain, kitapun sulit memandang cakrawala karena tertutupi oleh bangunan lain. Hidup adalah pilihan maka kitalah yang akan menentukan kearah mana kita menentukan arah lanngkah kita.
Bagi seorang pemenang dia akan terus naik keatas menapaki satu demi satu anak tangga kehidupan dimana setiap anak tangga akan ada ujian yang harus dihadapi. Ujian tersebut merupakan momentum untuk merubah diri, untuk mengupgrade kemampuan dan kualitas diri untuk senantiasa menuju kearah yang lebih baik. Walaupun kadang naik turun, tidaklah menjadi sebuah permasalahan yang serius namun yang terpenting adalah kita akan terus menaiki satu demi satu anak tangga kehidupan. Beruntung kita sebagai manusia diberikan ujian oleh Allah SWT. Jika tidak ada ujian maka kita akan stagnan dan tidak mampu berubah. Namun yang perlu kita ingat bahwasanya jangan sampai kita meminta ujian kepada Allah SWT, Terlalu rendah jiwa kita saat kita melakukan hal tersebut. Karena kesombongan itulah yang akan menghancurkan kita. Ujian tidaklah diminta tapi ketika kita diberi maka hadapi dengan sabar sebagai momentum perubahan diri,
Bukan karena Allah SWT tidak sayang pada hambanya ketika kita diberi ujian. Justru dengannya Allah SWT menyayangi kita dengan memberikan berbagai macam ujian. Agar kita senatiasa bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberkan kepada kita selama ini, Agar kita senantiasa bisa lebih mendekatkan diri pada Allah SWT. Namun bersyukur atas nikmat Allah dan mendekatkan diri pada-Nya harusnya tidak hanya kita lakukan saat kita susah atau sedang menghadapi ujian saja tetapi senantiasa kita lakukan dalam kita menjalani kehidupan ini.
Klaten, 30 Mei 2009

Tidak ada komentar: